by on September 13, 2016
1,894 views
Sering kita merasakan emosi saat melihat film, drama, membaca novel, puisi, atau melihat karya seni tertentu. Mengapa emosi tersebut muncul? Tidak sedikit diantara kita yang pernah menangis karena membaca novel fenomenal best seller, atau secara spontan mengeluarkan umpatan kepada tokoh antagonis dalam film. Semuanya merupakan reaksi emosi ketika kita berhadapan dengan media karya. Pelepasan emosi tersebut dikenal dengan katarsis. Secara umum katarsis berarti purification (penyucian), pembebasan, dan kelegaan. Segala emosi tertunaikan melalui pengeluaran ekspresi yang ditimbulkan sebagai ko . ensi respon terhadap karya seni dan sastra.
Istilah katarsis telah diadopsi oleh sastra dan seni saat ini sebagai metodologi resepsi dalam menganalisis karya. Dapat pula dikatakan bahwa katarsis merupakan puncak emosional pembaca atau penonton yang merasa terlibat sepenuhnya larut dalam media sastra dan seni. Klimaks riil dari emosi ini seperti salah satunya reaksi sedih dan mengeluarkan air mata saat menonton drama. Dengan demikian pesan emosional pembuat karya sastra dan seni tersampaikan kepada pembaca dan penonton.
Pengalaman katarsis merupakan bagian dari pengalaman psikologis yang dialami pembuat karya dan penikmat karya sebab kesan subyektif akan membedakan karya yang dihasilkan dan pada tingkat respon yang diterima oleh masyarakat. Kesan subyektif ini bisa terjadi akibat pengalaman yang hampir sama dengan substansi materi karya maka timbulah emosi tersebut karena merasa alur yang diceritakan adalah perjalanan pengalaman diri pembaca atau penonton.
Oleh sebab itu terdapat aspek kebebasan dalam dunia sastra dan seni untuk menuangkan ide dan pikiran pada sebuah karya. Kebebasan pembuat karya dapat mendobrak strukturalitas yang dianggap selama ini memenjarakan mereka untuk meluapkan jiwa dan emosi agar terlibat dalam karya yang diciptakan. Kebebasan tersebut dapat dipandang sebagai sebuah kreatifitas yang perlu diparesiasi namun tidak sedikit pula menimbulkan paradigma terbalik dengan sosial dan budaya sehingga tidak jarang menimbulkan kontroversial di kalangan masyarakat.
Memunculkan efek katarsis pada karya dibutuhkan racikan profesionalitas dari segi formalitas dan historitas yang melatarbelakangi karya dapat berupa potret kondisi sosial dan segmen kehidupan lain yang menjadi sorotan untuk diangkat menjadi karya seni dan sastra, atau dapat pula menghadirkan sisi psikologis sebagai garapan karya seni dan sastra.
Apakah keberhasilan sebuah karya dapat terukur dari efek katarsis yang ditimbulkan setelah meresepsi? Apabila ditanyakan kepada setiap individu penikmat karya maka jawabannya subyektif sebab seperti yang telah diungkap sebelumnya bahwa kemunculan katarsis pada diri seseorang tergantung pada sejauh mana pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh orang tersebut maka suatu karya dapat menimbulkan efek katarsis bagi seseorang maka belum tentu menimbulkan efek yang sama bagi orang lain.
Namun apakah ada efek katarsis secara komunal yang termanisfestasi dalam karya fenomal best seller dan atau mendapatkan penghargaan? Pertanyaan tersebut masih terlalu dini untuk disimpulkan sebab predikat yang melekat pada karya dapat dihasilkan dari assessment berbagai aspek teknis sehingga hakikat katarsis sebagai efek kejiwaan yang muncul secara alami tidak dapat dinilai melalui jalur tersebut.
Akan tetapi tanpa dipungkiri hubungan efek katarsis dan best seller akan menjadi fakta yang senantiasa beringingan dalam beberapa karya, namun di sisi lain ada sebuah karya hanya teronggok sepi tanpa predikat apapun padanya namun menjadi belahan jiwa sebagian kelompok kecil penikmatnya hingga tidak heran mereka menikmati karya tersebut berulang-berulang tanpa hingar bingar apapun, mereka selalu membebaskan emosinya melalui pertemuan dengan karya tersebut. Maka benar-benar katarsis pada hakikatnya adalah perjalanan sangat pribadi antara seseorang dengan sebuah karya.
Be the first person to like this.
Hamsyah
Hmm hyya,,ya.. Klo begitu saya pernah katarsis untuk sebuah film.
Like September 25, 2016