sahrudi
by on February 20, 2015
1,638 views

Membangun Peradaban Lewat Kebiasaan Membaca


Bangsa yang besar adalah bangsa yang mempunyai sumber daya manusia yang hebat. Sumber daya manusia hebat lahir dari kebiasaan yang bagus. Kebiasaan yang bagus dan sangat bermamfaat adalah membaca. Meski bangsa Indonesia bukanlah bangsa yang lahir dengan budaya baca tapi budaya membaca bisa ditanamkan dari sekarang. Dari sabang sampai merauke, tradisi membaca bukanlah kebiasaan. Sejarah nenek moyang bangsa indonesia melakukan proses transformasi ilmu pengetahuan, ajaran tentang kehidupan sosial dan budi pekerti lainnya hanya dilakukan secara lisan. Mungkin itulah sebabnya kebiasaan mendongeng itu lahir dan berkembang lebih maju dibandingkan dengan tulisan-tulisan pada zaman itu. Tapi seiring perubahan zaman dan kemajuan teknologi kebiasaan menulis mulai lahir dan berkembang dengan pesat.

Dongeng-dongeng mulai dituliskan, ajakan untuk membaca pun gencar dikampanyekan. Namun sampai sekarang budaya baca masih saja belum bisa dianggap sebagai sebuah kebiasaan. Hanya beberapa orang yang memang menganggap membaca sebagai hobbynya atau bahkan karena sangat membutuhkan informasi sebagai tuntutan pekerjaan, tuntutan pelajaran di sekolah atau bahkan paksaan dari orang tua (Sementara orang tuanya juga tidak senang membaca). Saat ini, saat sumber bacaan sudah sangat banyak dan muda didapatkan kita masih sangat jarang melihat orang yang menunggu di bandara sedang baca buku, orang duduk di taman lagi baca buku atau tempat-tempat lain yang bisa digunakan untuk menggunakan waktu luang sambil membaca. Sumber bacaan tidak hanya buku dan surat kabar tetapi bisa kita dapatkan dengan mudah dari gadget melalui website dan elekronik book. saat ini banyak website yang menyediakan sumber bacaan yang bermamfaat salah satunya cregasia.com. Tetapi hal itu masih saja belum bisa dimamfaatkan dengan maksimal. Surat kabar masih saja tergeletak di meja, buku-buku malai usang di rak-rak perpustakaan dan banyak buku-buku yang harus di retur dari toko buku kembali ke penerbit karena tidak laku terjual dan digantikan buku yang lebih baru lagi. Hal ini terjadi bukan karena bacaan-bacaan tersebut tidak berkualitas atau tidak bermafaat tapi mental masyarakat yang masih lebih senang mendengar daripada membaca sendiri.

Untuk memulai sebuah tradisi baru memang tidak bisa dilakukan dengan instant, butuh waktu yang lama dan kesabaran. Begitu pun dengan penanaman tradisi membaca pada masyarakat indonesia, harus dimulai dari sejak usia dini. Untuk membangun peradaban yang kuat harus gencar melakukan kampanye gerakan membaca. Setidaknya semua orang harus membawa minimal satu buah buku setiap bepergian, karena dalam perjalanan selalu saja ada waktu yang bisa dimamfaatkan untuk membaca atau minimal punya website langganan yang menyiapkan informasi untuk dibaca, sehingga untuk mengisi kekosongan waktu bisa dimamfaatkan untuk membaca.

Tanpa kebiasaan membaca yang tinggi dari masyarakat maka sastra akan lumpuh, berita menjadi bisa, dan sains akan hancur. Tak akan ada artinya sebuah karya hebat dari seorang sastrawan, tak akan berguna kreatifitas seorang jurnalis, dan penemuan-penemuan baru tak akan menjadi penting. Membaca sebenarnya bukanlah sebuah tuntutan tapi harus menjadi kebutuhan. Melalui membaca kita bisa mengunjungi banyak tempat tanpa harus memindahkan tubuh melainkan hanya hati dan pikiran. Melalui membaca kita akan berkenalan dengan banyak orang tanpa harus berjabat tangan dan bertukar senyum cukup dengan jiwa yang mencoba memahami kemegahan sebuah karya tulis.

Tidak akan salah ketika mencontek kebiasaan orang luar (Budaya barat) ketika hanya meniru kebiasaan membaca mereka. Budaya barat yang masuk ke Indonesia harus dipilah mana yang bermamfaat untuk membangun peradaban yang lebih hebat lagi ke depan. Budaya barat yang perlu di tiru salah satunya adalah kebiasaan membaca. Kita tidak perlu malu karena meniru kebiasaan membaca orang luar negeri. Seharusnya kita membiasakan diri membaca bukan sekedar pernyataan dari Thomas Jefferson presiden ke -3 Amerika Seriakt yang mengatakan bahwa "Ketika di suruh memilih antara sebuah pemerintahan tanpa surat kabar dengan surat kabar tanpa pemerintah, maka dia akan memilih surat kabar tanpa pemerintah" ini adalah pernyataan hebat seorang presiden. Kira-kira menurut beliau bahwa dengan membaca masyarakat bisa membentuk sebuah kebiasaan yang tanpa diatur dan diarahkan oleh seorang pemerintah pun akan bisa menata diri dengan sendiri. Itulah peradaban hebat, masyarakat seharusnya tidak perlu menggantungkan diri terlalu banyak pada pemerintah. Masyarakat harus bisa mandiri, bisa tahu banyak hal dari kebiasaan membaca.

Kurangnya semangat membaca dalam diri masyarakat menyebabkan banyaknya "Pengangguran Intelektual". Seandainya pengetahuan lebih penting dari pada title maka sumber daya alam yang ada di Indonesia ini bisa dikelola dengan maksimal. "pengangguran intelektual" bisa berubah jadi pembuka lapangan kerja. Tak perlu lagi terlalu lama berdiri dalam antrian pencari kerja tetapi bisa jadi akan menunggu orang yang akan mencari kerja. Mental pencari kerja di negara ini bisa dirubah menjadi mental pemberi kerja melalui kebiasaan membaca. Sekolah atau universitas tidak pernah memberikan jaminan pekerjaan kepada alumninya tetapi menunjukkan jalan cara mendapatkan pekerjaan. Instansi pendidikan hanya memfasilitasi cara untuk tahu sesuatu dan cara menggunakannya bukan merekomendasikan tenaga kerja.

Ini bukan sekedar ajakan seorang penulis agar tulisannya bisa dibaca banyak orang, karena seorang penulis akan tetap terus menulis bahkan ketika tak ada seorang pun yang mau membaca tulisannya. Tapi satu yang pasti bahwa ketika membaca sebuah tulisan dan anda menilainya buruk tulisan itu tetap akan punya makna positif buat anda. seburuk apapun sebuah tulisan akan tetap berarti buat hidup anda mungkin bukan sekarang tapi suatu saat nanti. Seorang penulis menulis sesuatu untuk sebuah tujuan dan tulisannya pasti punya arti, bahkan tulisan yang dibuat dengan tujuan negatif pun bisa mendatangkan mamfaat positif buat yang membacanya. Minimal pembaca akan tahu bahwa apa yang ada dalam tulisan itu tidak bisa dijadikan contoh dan panutan dalam hidup atau mengajarkan kepada keturunan anda bahwa ketika ingin menulis jangan membuat tulisan seperti itu. Baik buruk sebuah karya tulis penilaian akhirnya pembaca yang tentukan tentunya dengan kualitas penilaian yang berbea-beda. Maka "bacalah" (seperti isi surat pertama yang turun dalam kita suci agama islam) maka kita bisa menjadi manusia yang bermamfaat.

Posted in: Pendidikan
Be the first person to like this.