Elsa Fitria Bena
by on February 21, 2017
2,028 views
Sebagai negara yang pernah dijajah oleh negara Eropa, Indonesia memiliki banyak peninggalan sejarah dari Belanda. Salah satunya berupa bangunan-bangunan kolonial yang tersebar di banyak kota. Baik itu rumah, kantor, atau bahkan pabrik. Sebagai bangunan bersejarah, ada baiknya jika kita mempelajarinya. Entah itu dari segi arsitektur, sosial, atau budaya.
Dari segi arsitektur, bangunan kolonial merupakan bangunan yang diadaptasi dari Eropa. Namun, pengadaptasian bentukan arsitektural itu tidak langsung diterapkan di negara tropis seperti Indonesia, karena Belanda dan Indonesia sangat jauh berbeda dari segi iklimnya. Para insinyur Belanda butuh waktu yang cukup lama untuk mempelajari karakteristik Indonesia. Untuk membangun sebuah bangunan di Indonesia, mereka telah menerapkan konsep-konsep kenyamanan untuk negara beriklim tropis. Namun konsep-konsep itu saat ini telah ditinggalkan oleh masyarakat. Padahal konsep hasil pemikiran para insinyur pada zaman penjajahan termasuk ke dalam konsep terbaik untuk negara tropis seperti Indonesia ini. Berikut adalah konsep-konsep kenyamanan tersebut.
1. Ruang Atap yang Luas
Jika dilihat dari bangunan-bangunan kolonial yang ada di Indonesia, mungkin bisa dikatakan bahwa hampir seluruhnya memiliki ruang atap yang luas. Seperti bentukan atap perisai atau pelana. Biasanya, ada lubang ventilasi di bagian atap. Hal ini memungkinkan sirkulasi udara di atas bangunan menjadi lebih lancar. Selain itu, ruang atap yang luas akan lebih banyak mereduksi panas dari matahari. Akibatnya, ruangan di bawahnya akan lebih dingin dan lebih nyaman untuk ditinggali. Saat ini, bangunan-bangunan modern sudah kehilangan konsep ini dalam pengaplikasiannya. Banyak rumah, kantor, dan bangunan toko yang justru menggunakan atap datar.
2. Ubin Lantai yang Dingin
Kebanyakan bangunan kolonial menggunakan lantai ubin. Lantai ubin sendiri memiliki tekstur yang sedikit kasar. Namun ada pula yang halus dan mengkilap. Ubin sangat dingin dan sesuai dengan iklim Indonesia yang merupakan negara panas. Ubin masih cukup sering digunakan di era 70-an sampai 80-an. Setelah era 90-an, masyarakat mulai meninggalkan ubin dan bealih pada keramik.
3. Dinding yang Tebal
Semua bangunan kolonial memiliki dinding yang tebal. Jika saat ini, bangunan hanya memiliki lebar ½ bata, bangunan kolonial memiliki lebar 1 bata. Itu artinya, dinding bangunan kolonial adalah dua kali lebih tebal daripada bangunan-bangunan saat ini. Dinding tebal sangat bermanfaat untuk manusia yang beraktivitas di dalamnya. Ruang dalam akan lebih dingin dan sejuk.
4. Jendela Ganda Jalusi – Kaca
Ukuran bukaan di bangunan kolonial sangat lebar. Pintu dan jendela di bangunan kolonial tinggi dan luas. Jendela-jendelanya memiliki karakteristik unik, yaitu memiliki dua daun jendela untuk satu kusen. Daun jendela bagian dalam adalah kaca, sedangkan daun jendela luar adalah jalusi. Penghuni bangunan dibuat menjadi sangat dinamis dan kondisional dengan adanya konsep jendela seperti ini. Jika penghuni butuh cahaya namun tidak butuh hawa, ia hanya memerlukan daun jendela kaca. Jika penghuni butuh hawa dan tidak butuh cahaya, ia bisa menutup daun jendela jalusi dan membuka daun jendela kaca.
5. Langit-langit yang Tinggi
Plafond bangunan kolonial kebanyakan tinggi, terutama bangunan-bangunan publik. Sama halnya dengan ruang atap, semakin tinggi plafond, maka sebakin besar pula reduksi panas yang tercipta, sehingga hawa panas dari luar bisa mendingin di dalam. Konsep ini sudah jarang dijumpai di bangunan-bangunan modern saat ini.
6. Halaman yang Luas
Halaman dan beranda yang dimiliki oleh bangunan kolonial selalu besar dan luas. Mereka, orang-orang Eropa menyukai space yang luas untuk memanjakan mata mereka. Mereka juga bisa menanam apapun di halaman rumah mereka. Sangat berbeda dengan bangunan-bangunan modern saat ini yang halamannya sempit. Bahkan ada banyak sekali rumah yang tidak memiliki lahan sama sekali untuk menanam sesuatu.
7. Detil Ornamen sebagai Unsur Seni
Di dalam bangunan kolonial, mulai dari lantai, plafond, atap, sampai kusen pintu selalu memiliki detil ornamen. Entah itu motif bunga dan sulur-sulur tanaman. Entah itu lis kayu untuk tepian kusen. Entah itu motif kerucut untuk bagian atas atap. Apapun itu. Unsur seni yang sangat kecil dan detil selalu ada di bangunan kolonial. Berbeda dengan bangunan modern yang saat ini kebanyakan mengusung konsep minimalis.
8. Material yang Awet
Mutu material bangunan kolonial sangat baik. Banyak material yang didatangkan langsung dari Belanda pada saat pembangunan. Jika pun material yang ada adalah dari Indonesia, mutu yang digunakan sangat baik. Mulai dari batu bata, kayu, lantai, sampai genteng.
9. Batu Tempel pada Dinding Luar
Beberapa bangunan kolonial memiliki batu kali yang ditempel di sepanjang dinding bagian luar. Tingginya bervasiasi. Biasanya hanya 1 meter dari tanah. Hal ini dimaksudkan agar kelembaban dari luar tidak masuk ke dalam bangunan. Percikan hujan atau kelembaban tanah dari luar bisa difilter, sehingga dinding akan lebih awet.
10. Kamar Mandi Terpisah dari Rumah Utama
Tidak semua kamar mandi terpisah dari rumah utama. Namun ada beberapa bangunan kolonial yang area kamar mandinya terpisah dari rumah utama. Dengan demikian, area rumah utama akan selalu bersih.
Posted in: Arsitektur
Be the first person to like this.