Nur Rokhanah
by on March 11, 2015
1,178 views
The Power of Hijabku
Hembusan angin malam menggoyang-goyangkan rimbunan pepohonan dan dedaunan. Tetes demi tetes embun yang tersisa di pucuk-pucuk dedaunan jatuh ke tempat yang lebih rendah mengikuti hukum gravitasi bumi. Bulan keluar dari peraduannya namun sinarnya tak juga mampu menembus selimut awan. Di langit, bulan hanya menciptakan rona kuning. Kilat yang menyilaukan acap kali membuat benderang sesaat, meninggalkan garis kemilau yang patah-patah menyerupai akar. Alunan guruh yang dihasilkan akibat terjadinya pemanasan dan pemuaian udara yang sangat cepat ketika dilewati oleh sambaran petir. Sambaran tersebut menyebabkan udara berubah menjadi plasma dan langsung meledak, menimbulkan munculnya suara yang menggelegar berkepanjangan . Hilang gaungnya, alam kembali didaulat suara alunan merdu bangsa kodok. Hujan yang kemudian turun kembali membuat alamku semakin beku. Sungguh fenomena alam yang eksotis.
Aku masih juga termenung ditemani alunan musik alam yang menakjubkan. Entah apa yang kurenungkan saat ini. Keajaiban Tuhan Yang Maha Pencipta yang telah menciptakan alam ini atau mungkin merenungkan tingkahku selama ini yang kurang mensyukuri nikmat-Nya. Entahlah. Aku hanya ingin merenung malam ini. Merenungi semua yang telah kualami selama ini.
Tiba-tiba aku teringat peristiwa kemarin siang di perpustakaan. Kubaca surat kabar yang cukup berbobot di negeri ini. Tapi berita yang menjadi headline di surat kabar itu telah membuatku terenyuh iba. Seorang mahasiswi diperkosa di dalam angkot ketika pulang dari kampus.
“Arrghh. Dasar lelaki bejad. Sebenarnya apa maumu? Apa salah kaum hawa sehingga kamu tega merampas masa depan mereka” makiku pada pemerkosa itu.
Kemudian, ku bolak-balik halaman koran itu. Dan akhirnya mataku menangkap sebuah artikel yang menghina harga diriku. Dalam artikel itu tertulis bahwa maraknya pemerkosaan bukan sepenuhnya salah kaum lelaki, tapi kaum wanita juga salah karena gaya berpakaian mereka yang ketat dan mini akan mengundang nafsu lelaki. Emosiku melambung jika mengingat artikel-artikel itu lagi.
“Ah, sudahlah, lebih baik aku tidur. Besok aku harus sekolah”
Aku pun terlelap.
Pagi itu, ditemani adzan subuh aku terjaga dari tidurku.
“Bismillahirrohmanirrohim. Alhamdulillahil ladzi ahyana ba’da ma amatana wailaihin nusyur” ku panjatkan doa kepada Allah SWT karena masih memberikanku nikmat hidup hari ini.
Jam dinding yang tergantung di dinding kamarku menunjukkan pukul 05.00 WIB. Aku bergegas mengambil air wudlu dan menunaikan kewajibanku sebagai umat Islam. Sholat Subuh.
Setelah selesai sholat, aku segera mandi dan bersiap-siap untuk sekolah. Dulu aku masih SMP sehingga aku harus sudah sampai sekolah pukul 07.00 WIB jika aku tidak ingin dihukum untuk memunguti sampah di sekolahku karena aku terlambat.
Hai ini aku ada les di sekolah karena aku sudah kelas IX. Sebentar lagi aku akan menempuh ujian nasional. Sebuah ajang yang menjadi momok bagi semua pelajar di negeri ini.
Hari ini aku berangkat menggunakan sepeda kesayanganku karena sepeda ini satu-satunya sepeda yang dibelikan orang tuaku khusus untukku saat aku mendapat peringkat pertama saat aku lulus SD. Sebelum berangkat tak lupa aku membaca doa, memohon kepada Allah agar memudahkan jalanku dalam menuntut ilmu dan berharap semoga ilmu yang kudapatkan hari ini bermanfaat untuk sesama. Aku mengayuh sepeda pun agak santai karena kebetulan aku berangkat dari rumah lebih awal. Di jalan, tepatnya di jembatan yang rawan terhadap anak perawan, ada segerombolan pria nongkrong di sana. Ya, dari kabar yang aku dengar dari masyarakat, di jembatan itu memang pernah terjadi pemerkosaan terhadap siswi SMA yang pulang sekolah menjelang maghrib beberapa tahun silam. Dari arah yang berlawanan, aku melihat seorang siswi SMP lain yang juga berangkat sekolah dengan bersepeda namun arahnya berlawanan denganku. Dia tidak berhijab. Dandanannya pun agak berlebihan untuk ukuran anak sekolah menurutku. Seragam atasannya ketat, entah kekecilan saat membelinya atau memang sengaja dikecilkan ukurannya. Rok sekolahnya pun tak jauh berbeda.
Kulihat seorang lelaki dari gerombolan itu berdiri di tepi kanan jalan. Penampilannya berantakan. Mungkin belum mandi. Ketika gadis yang tak berhijab itu tepat berada di depannya, tangannya berusaha mencolek gadis itu sambil mulutnya mengeluarkan kata-kata rayuan yang jauh dari kata sopan. Gadis itu pun berteriak dan mengayuh sepedanya lebih kencang meninggalkan lelaki itu.
Perasaan yang bercampur-campur bersatu dalam hatiku. Sedih, takut, bersyukur, dan sadar. Aku sedih karena melihat kaumku dilecehkan. Aku takut jika perstiwa itu menimpaku. Aku bersyukur karena Allah masih melindungiku melalui hijabku sehingga bukan aku yang diperlakukan seperti itu. Aku sadar bahwa artikel yang kubaca kemarin ada sisi positifnya juga. Berhijab akan melindungi kita dari marabahaya. Memang bukan hijab yang melindungi kita, tapi Alloh lah yang melindungi kita melalui hijab.
Hari itu aku pulang sekolah sekitar jam 4 sore. Ada rasa takut menyelimuti hatiku. Aku takut sesuatu yang tak kuinginkan menimpaku. Namun, seketika aku tersadar bukankah Allah SWT senantiasa melindungi hamba-Nya, termasuk aku. Dan dengan hijab ini, pasti tidak ada lelaki yang akan berbuat tidak baik padaku. Dengan keyakinan itulah aku memberanikan diri mengayuh sepedaku menuju rumahku. Di jembatan itu pula banyak grombolan pria bertampang berandal. Namun, karena Alloh melindungiku, aku pun selamat sampai rumah. Dan sejak saat itu aku yakin bahwa Alloh akan selalu menjagaku melalui hijabku.
Awalnya aku berhijab karena SMP-ku yang mewajibkan siswinya yang muslim untuk berhijab. Namun, sejak peristiwa itu, aku selalu berhijab jika keluar rumah meski di SMA-ku sekarang tak ada peraturan yang mewajibkan siswinya yang muslim untuk berhijab. Semoga hijab ini selalu menjadi berkah.
Posted in: Cerita Fiksi
Be the first person to like this.