Khipti Fatimah
by on December 13, 2016
880 views
" Nak, tolong belikan bunda garam ya di warung''
" iya bunda".
Betapa indahnya jika dialog ibu dan anak terjadi seperti itu. Benar kan?
Tapi nyatanya tidak seindah cerita. Dialog ibu dan anak sering berakhir dengan teriakan dari si ibu, tangisan si anak, atau bahkan berakhir dengan gerakan tangan. Ibu yang tidak didengar kata-katanya oleh anak merasa kesal lalu terpancing emosinya. Sementara si anak yang kekeh tidak mau melakukan perintah si ibu juga tidak mau kalah. Dan terjadilah adu suara didalam rumah.
Ibu hebat sering mengalami itu?
Suasana seperti sering terjadi dirumah. Terlebih ketika anak mulai menginjak usia sekolah. Pada usia itu anak sudah mulai merasa punya hak untuk dirinya sendiri. Mereka sudah mulai merasa punya kegiatan sendiri sehingga panggilan ibu menjadi hal nomor dua. Lalu, bagaimana caranya supaya anak-anak mendengar ucapan kita? Memang tidak mudah tapi juga bukan hal yang mustahil. Yang dibutuhkan adalah saling pengertian antara ibu dan anak. Nah, bagaimana caranya supaya anak bisa ''nurut'' pada ibu. Inilah tips-tipsnya:
1. Gunakan empati
Sebagai ibu hebat, kita tidak bisa hanya mementingkan keinginan kita sendiri supaya anak kita mendengarkan kita dan melakukan apa yang kita minta. Cobalah untuk memahami kondisi anak. Memahami apa yang sedang ada dalam pikiran anak. Serta mencoba mengerti mood anak. Dengan mengetahui kondisi anak kita bisa minta dia membantu kita atau melihatnya mendengar apa yang kita katakan ketika kita menyampaikannya disaat yang tepat yaitu disaat anak kita sedang good mood.
2. Berikan batas waktu
Ajari anak bahwa segala sesuatu ada batasnya. Misalnya ketika dia sedang bermain diluar rumah dan kita ingin supaya anak kita masuk kedalam maka berikan dia batas waktu bermainnya. Sama halnya ketika dia sedang bermain komputer meskipun ia bermain game edukatif tetap harus diberi batasan. Misalnya begini:
" Nak, mainnya lima belas menit lagi ya....setelah itu kita akan membaca buku IPA anak''
'' 30 menit lagi ya Ma....boleh?"
"Oke....30 menit lagi ya"
Setelah itu ingatkan dia ketika waktunya menjelang 30 menit. Dengan begitu anak tidak akan merasa dipaksa karena sudah ada kesepakatan batas waktu bermain antara ibu dan anak.
3. Berikan konsekuensi
Anak yang bebas bermain biasanya berani melakukan permainan apa saja, termasuk permainan yang mendekati bahaya. Anak-anak usia Sekolah Dasar misalnya, mereka sudah berani bermain api atau bermain masak-masakan dengan pisau sungguhan. Hal berbahaya itu jika tidak dalam pengawasan orang tua akan berbahaya. Karena mereka masih dalam usia anak-anak, mereka masih belum memahami bahaya besarnya. Memberi konsekuensi kepada anak artinya memahamkan pada anak bahwa jika ia melakukan hal buruk maka akan ada akibat yang diterimanya. Misalnya ketika anak bermain berlari-lari didalam rumah dan membuat rumah berantakan maka mereka harus membereskan apa yang sudah berantakan.
Konsekuensi harus sepadan dengan kesalahan yang dilakukan dan harus sesuai. Ketika hari ini anak tidak mau berhenti menonton televisi terlalu lama, maka konsekuensinya besok dia tidak boleh menonton televisi. Dan hal ini harus benar-benar dilakukan dan harus juga konsisten. Agar anak memahami pola sebab-akibat dan paham bahwa segala sesuatu yang dilakukan ada konsekuensinya.
4. Berikan alternatif
Jika anak akan melakukan hal yang tidak baik baginya seperti bermain api atau benda tajam, maka kita harus melarangnya jika tidak berhasil maka kita perlu memberinya alternatif permainan lain. Buat anak-anak untuk memiliki pilihan bermain lain yang lebih menarik dari pada bermain api. Sambil pelan-pelan menjelaskan kepadanya tentang bahaya bermain api. Sesekali ajaklah ia melihat bahaya api secara nyata supaya dia faham betul bahwa ibu melarangnya karena memang berbahaya
5. Katakan ketika dia sedang bahagia
Otak anak kecil berbeda dengan orang dewasa. Mereka akan lebih mengingat apa saja yang kita katakan ketika anak sedang dalam perasaan senang. Jika kita memarahi anak, justru malah anak tidak mengerti. Otaknya tertutup untuk itu, anak malah tidak bisa menerima apa yang kita katakan dikarenakan takut. Anak hanya akan memahami perkataan kita, menerima pelajaran apapun dari kita ketika otaknya dalam keadaan siap dan itu terjadi ketika si anak dalam keadaan senang.
Mudah bukan? Yah memang perlu latihan dan tahap. Perlu kesabaran untuk mempraktekkannya. Anak akan melakukan apa yang kita inginkan jika hanya mereka sudah terbiasa dengan itu atau karena mereka senang dan mengerti maksud kita. Anak-anak itu cerdas. Mereka mudah menyimpan didalam memori mereka. Lakukan dengan penuh empati. Mulailah dengan mengamati tingkah mereka, ekspresi wajah, dan ungkapan mereka. Dengan begitu kita akan tahu mereka sedang siap atau tidak untuk menerima arahan dari kita.
Posted in: Anak/ Balita
Be the first person to like this.